6 Tipe Saham ala Peter Lynch


Beberapa minggu yang lalu, saya baru saja selesai membaca buku One Up on Wall Street karya salah satu fund manager terkemuka yakni Peter Lynch. Beliau merupakan mantan fund manager dari Fidelity Magellan Fund yang ia ambil alih pada tahun 1977 ketika berumur 33 tahun, dan ia jalankan selama 13 tahun sampai tahun 1990, dan pensiun di umur 46. Bagi investor awam, nama beliau mungkin kurang populer apabila dibandingkan dengan Warren Buffett atau Benjamin Graham, tetapi strategi investasinya cukup menarik untuk dipelajari. Beliau mempopulerkan istilah multi-bagger yang artinya saham yang menghasilkan return berkali-kali lipat. Istilah ini terinspirasi dari olahraga baseball dimana kata "bags" adalah poin yang dicetak oleh pemain untuk memenangkan pertandingan.

Menurut bukunya tersebut, Peter Lynch merumuskan 6 kategori saham yang ada di bursa. Keenam kategori tersebut yakni slow growers, stalwarts, fast growers, cyclicals, asset play, dan turn-arounds.

Sebenarnya ada banyak cara untuk mengkategorikan sebuah saham. Namun, mari kita mempelajari jenis-jenis saham menurut salah investor legendaris ini.

1. Slow Growers
Kategori pertama adalah slow growers. Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah perusahaan yang sudah terlalu besar dan mature, sehingga ruang gerak atau ruang untuk bertumbuh sudah tidak terlalu besar lagi. Pada awalnya, perusahaan-perusahaan ini pernah mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga kemudian mencapai puncaknya dan ruang pertumbuhannya mulai mengecil. Biasanya contoh saham ini di Indonesia adalah saham-saham yang mempunyai market cap besar atau bluechip.
Contoh di Indonesia: UNVR, HMSP


(Pergerakan harga saham UNVR dan HMSP 3 tahun terakhir)

Saat ini UNVR memiliki market cap sekitar Rp350 triliun. Jika kita mengharapkan UNVR akan tumbuh 10x lipat dari sekarang (10-bagger), market capnya akan menjadi Rp3.500 triliun. Artinya, total market capnya akan setara dengan hampir 1/4 dari GDP Indonesia (GDP Indonesia 2018: Rp14.837 triliun). Terdengar mustahil bukan?
Namun menurut saya, UNVR tetap akan memberikan pertumbuhan yang menjanjikan, meskipun dalam jangka waktu yang panjaaangg sekali seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 


2. Stalwarts
Kategori saham stalwart adalah perusahaan yang memiliki growth yang stabil. Saham ini adalah perusahaan yang cukup besar, bisa juga disebut menengah (middle cap). Namun, masih memiliki ruang untuk bertumbuh yang lumayan besar. Biasanya, return yang dihasilkan oleh saham stalwarts cenderung tidak telalu menakjubkan, yang jelas pergerakan sahamnya lebih lincah daripada slow growers. Dengan kekuatan growth yang stabil, saham stalwarts biasanya disukai Peter Lynch sebagai proteksi terhadap kondisi market bearish maupun resesi, karena masih tergolong perusahaan yang too big to fail.
Contoh perusahaan stalwart menurut saya adalah ACES, MYOR



(Pergerakan harga saham ACES dan MYOR dalam 3 tahun terakhir)
(Monthly Chart Candle)

Terlihat bahwa perusahaan stalwart memberikan return yang lumayan mengesankan apabila dibandingkan dengan slow growers.

3. Fast Growers
Perusahaan jenis ini adalah favorit Peter Lynch. Saham kategori fast grower adalah saham perusahaan small cap. Perusahaan kecil yang ruang pertumbuhannya masih sangat besar 20%-25% per tahun. Harga saham fast grower cenderung fluktiatif dan cenderung high risk. Namun, jika kita membeli di saat yang tepat, saham ini menawarkan potensi return yang signifikan, bisa 10x lipat atau 40x lipat. Saham yang berpotensi menjadi fast grower adalah memiliki neraca yang stabil, dan dapat menghasilkan pertumbuhan laba yang signifikan. Triknya adalah memperkirakan kapan mereka akan berhenti bertumbuh, dan berapa banyak yang harus dibayar untuk pertumbuhan itu.
Contoh perusahaan Fast Grower di Indonesia fenomenal adalah TKIM dan INKP yang harga sahamnya pada tahun lalu berhasil naik sekitar 20 kali lipat (20-bagger) pada tahun 2017.

(Pergerakan harga saham TKIM dalam 3 tahun terakhir)



4. Cyclicals

Perusahaan yang tergolong dalam kategori siklikal sangat mudah ditemukan di bursa. Contohnya adalah saham-saham komoditas (batu bara, minyak, CPO, dll), properti, bahkan saham sektor poultry atau biasa kita sebut sektor ayam-ayaman yakni JPFA, CPIN, dan MAIN juga termasuk saham kategori siklikal karena mengikuti harga pakan ternak yang fluktuatif. Perusahaan siklikal ini tidak cocok untuk diinvestasikan jangka panjang (5 tahun atau lebih), Karena harga sahamnya sangat fluktuatif, dan tidak akan memberi kita profit yang signifikan dalam jangka panjang (atau bahkan rugi). Tips untuk membeli saham siklikal yang dapat memberikan profit maksimal yakni ketika beli pada saat industri tersebut sedang dalam titik terpuruknya dan akan menunjukkan sinyal pemulihan dalam industri tersebut, seperti kondisi sektor batubara pada tahun 2016.

(Pergerakan harga saham ADRO - batubara)
(Pergerakan harga saham BSDE - properti)

Pergerakan saham kedua perusahaan terebut cenderung stagnan dalam jangka panjang.

5. Asset Plays
Perusahaan yang termasuk kategori Asset Play adalah perusahaan yang memiliki aset "tersembunyi" yang spesial di neracanya yang biasanya tidak diketahui oleh khalayak umum dan para analis sekalipun. Pengertian aset "tersembunyi" ini misalnya perusahaan memiliki tanah atau real estate yang nilainya melebihi nilai pasar dari perusahaan itu sendiri. Bisa juga sesimple ini: perusahaan memiliki total kas dan setara kas yang melebihi jumlah uang yang perlu dibayar investor untuk membeli seluruh kepemilikan perusahaan. Untuk menemukan perusahaan jenis ini dibutuhkan riset yang mendalam, terutama pada bagian neraca dan catatan atas laporan keuangan perusahaan. Ketika kita menemukannya, yang dibutuhkan hanya kesabaran hingga harga saham melejit.


6. Turn-arounds

Perusahan turn-around adalah perusahaan yang laporan keuangannya hampir selalu rugi, babak belur dan nyaris bangkrut, bahkan investorpun sudah tidak memiliki harapan lagi pada perusahaan tersebut. Harga sahamnya terus turun dan tidak terpengaruh oleh situasi pasar. Memiliki saham perusahaan jenis ini sangat berisiko, karena kita membeli perusahaan yang nyaris hancur. Namun, yang istimewa dari perusahaan turn-around adalah ketika laporan keuangan berikutnya keluar dan ternyata berbalik untung dan perusahaan tersebut bangkit, maka biasanya harga sahamnya akan melaju kencang.

*Untuk menemukan perusahaan Asset Play dan Turn-around memang agak sulit dan perlu analisis lebih lanjut. Apabila kalian menemukannya, boleh sharing di kolom komentar di bawah.

Sebenarnya tidak ada "rumus pasti" untuk menentukan suatu perusahaan masuk ke dalam kategori tertentu. Perusahaan yang dulunya pernah tumbuh sangat pesat (fast grower) pada akhirnya bisa menjadi slow grower apabila sudah berada pada titik jenuhnya.

Contoh lain misalnya, perusahaan Indika Energy (INDY) pada tahun 2015 dan 2016, pernah mengalami rugi bersih (net loss) berturut-turut $76 juta dan $104 juta efek penurunan harga batubara yang sangat tajam. Seiring harga batubara mulai pulih, perusahaan ini berhasil membukukan kenaikan laba bersih yang signifikan sebesar $321 juta pada tahun buku 2017.

Kita semua tahu bahwa saham batubara tergolong siklikal. Namun berdasarkan kasus diatas, INDY juga dapat dikategorikan sebagai perusahaan turn-around dari yang semula rugi, berbalik menjadi untung.

Fakta lain yang menarik adalah: pada tahun 2016, INDY memiliki cash sebesar $244 juta, serta Cash from Operation sebesar $40 juta, yang berarti meskipun perusahaan ini rugi, mereka tetap memperoleh kas dari hasil operasi mereka.Sedangkan, Market Cap mereka pada saat itu (harga 120/lembar) hanya sebesar Rp625 Milyar atau $16 juta. Terlihat jelas bahwa cash yang dimiliki perusahaan melebihi harga yang perlu dibayar investor untuk membeli seluruh saham perusahaan. Dengan cash sebanyak itu, bisa dibilang Indika Energy juga merupakan perusahaan kategori Asset Play.

(Pergerakan harga saham INDY)

Apabila kita membeli saham INDY pada tahun 2016, tak perlu menunggu lama, kita akan memperoleh multibagger hanya dalam waktu 1-2 tahun.

Terus apa sih gunanya mengelompokkan saham-saham berdasarkan kategori ini?

Ya, simpelnya sih buat alokasi di portofolio kita, sesuai dengan risk profile masing-masing. Misalnya, apabila kita merupakan tipe investor yang tidak kuat melihat harga saham yang merah di portofolio, bisa mengalokasikan saham slow grower lebih banyak di portofolio, karena volatilitasnya yang lebih rendah dibanding saham fast grower.

Apabila kita merupakan investor yang kebal terhadap risiko di pasar, dan tetap tenang meski portofolio berapi-api, bisa mengalokasikan uang kita ke saham-saham fast grower atau bahkan turn-around.

Intinya, kembali lagi ke strategi masing-masing investor. Jadi, tipe saham apa saja yang ada di portofolio kalian?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keputusan Terburuk Warren Buffett

Belajar dari Warren Buffett