Mutiara Terpendam: Akasha Wira International Tbk.
Mungin tidak banyak orang yang melirik saham ini. Ya, karena ADES merupakan salah satu saham small cap di Bursa Efek Indonesia. Meski begitu, perusahaan ini menyimpan potensi yang luar biasa. Apa itu? mari kita bahas.
SEKILAS PERUSAHAAN
ADES atau dengan nama perusahaan
Akasha Wira International, Tbk. awalnya didirikan pada tahun 1985 dengan nama
PT Alfindo Putrasetia. Pada tahun 2004, perusahaan ini berganti nama menjadi
Ades Waters Indonesia, Tbk. semenjak diakuisisi Water Partners Bottling S.A.
perusahaan patungan antara dimiliki oleh Nestle dan The Coca Cola Company.
Meskipun ticker sahamnya ADES, akan tetapi perusahaan ini tidak lagi menjual brand air minum ADES semenjak diakuisisi oleh Sofos pada tahun 2008.
Lisensi
brand minuman ADES sekarang dimiliki oleh The Coca Cola Company.
Akasha Wira International dulunya merupakan perusahaan yang tiap tahunnya selalu merugi, pasca akuisisi Sofos, perusahaan ini seakan ‘disulap’ sehingga berbalik arah mencetak laba tiap tahunnya hingga sekarang.
Brand ADES yang sudah tidak didistribusikan oleh Akasha Wira International |
.
Brand Nestle Purelife yang sekarang didistribusikan Akasha Wira International |
Saat ini, PT Akasha Wira International, Tbk. menjual air kemasan dengan brand Nestle Purelife serta produk kosmetik dengan brand Makarizo.
Produk kosmetik ini meliputi produk perawatan rambut baik
itu yang dijual di pasaran, maupun yang digunakan di salon.
Sejak tahun 2012, ADES bekerja
sama dengan Procter & Gamble untuk menjual produk kosmetiknya yakni Wella, Wella
Professional, System Professional, dan Clairol Professional yang distribusikan
melalui salon.
Selain itu, perusahaan juga berkerak di industri minuman susu kedelai dengan merek Pureal, serta Oresto untuk produk makanan siap saji. Pada Oktober 2020, ADES mulai memproduksi hand sanitizer dan disinfektan.
Akan tetapi, kita
kesampingkan dulu kedua lini bisnis ini karena kontribusinya bagi pendapatan
ADES masih sangat kecil.
Penulis sangat senang untuk membahas saham ini, karena produknya dipakai sehari-hari, model bisnisnya yang simple, dan laporan keuangannya juga mudah untuk dipahami.
Nah, berhubung laporan keuangan untuk kuartal I 2021
sudah rilis, mari kita bahas kenapa perusahaan ini menarik.
1. Efisiensi
manajemen
Dalam setiap
angka-angka di laporan keuangan perusahaan, selalu ada story dibaliknya.
Mari kita lihat bagaimana briliannya manajemen ADES dapat konsisten menaikkan laba ditengah pandemi.
Apabila kita tinjau dari laporan laba rugi, meskipun penjualan bersih sedikit menurun dibandingkan kuartal I 2020, tetapi ADES mampu membukukan kenaikan Gross Profit berkat efisiensi yang luar biasa dari sisi beban pokok penjualan, beban penjualan, dan beban umum dan administrasi. Hal yang sama sudah ditunjukkan di Laporan Keuangan FY 2020.
Hebatnya lagi,
beban penjualan dapat ditekan sebesar 21 Miliar, atau sekitar 42,8% dibanding
periode sebelumnya. Luar biasa.
Efisiensi
tersebut menghasilkan Net Profit Margin 25% bagi perusahaan.
Mari kita bedah beban-beban tersebut.
Dari Beban Pokok
Penjualan, ADES mampu menekan Beban Kemasan atau packaging dan beban pabrikasi yang cukup signifikan, sehingga
berdampak pada kenaikan gross profit perusahaan.
Sedangkan pada beban
penjualan, yang apabila kita breakdown,
ADES dapat mengurangi biaya marketingnya dengan ciamik.
Penurunan biaya marketing menunjukan kejeniusan manajemen ADES dalam memanfaatkan digital marketing sebagai bagian dari promosi yang lebih murah dan efisien bagi perusahaan.
Terbukti dari produk perawatan rambut ADES yakni Makarizo yang sempat viral di TikTok yang kemungkinan besar berdampak pada profitabilitas perusahaan.
Selain itu,
perusahaan juga menggaet influencer
untuk melakukan endorsement terhadap
produk perusahaan. Salah satunya adalah Amanda Rawles yang menjadi Brand
Ambassador dari Makarizo.
Biaya iklan ini jelas jauh lebih murah daripada harus memasarkan melalui iklan di televisi, ini juga menunjukkan bukti bahwa besarnya biaya iklan tidak selalu berbanding lurus dengan penjualan.
2. Kas
yang melimpah
Per kuartal I 2021, posisi kas ADES Rp396 Miliar, sedangkan pada tahun 2017 posisi kas dan setara kas hanya sebesar Rp25 Miliar.
Kas yang naik
signifikan ini tentunya dapat diraih ADES dengan menghasilkan Cash from Operations yang selalu positif
dan meningkat setiap tahunnya. Ditambah nature bisnisnya jugatidak terlalu membutuhkan banyak Capital Expenditure (Capex), karena perusahaan tidak melakukan ekspansi yang besar-besaran.
Menarik untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh ADES dengan kas yang melimpah ini. Mengingat ADES sudah tidak memiliki utang berbunga, mungkin salah satu dari ketiga opsi ekspansi, buyback, atau bahkan membagikan dividen?
Pada tahun 2020 kemarin, ADES memperluas bisnisnya dengan merambah ke bisnis disinfektan dan hand sanitizer. Namun hal tersebut tidak capex karena proses pembuatannya sama dengan produk kosmetik, dan produksinya dilakukan di produk kosmetik yang sudah ada.
Sedangkan opsi buyback kemungkinannya kecil karena porsi free float yang dipegang oleh public sekarang hanya 8,48% dan hanya 50 juta lembar saham. Sedangkan peraturan bursa mewajibkan free float minimal sebesar 7,5%, sehingga hanya tersisa 0,98% yang bisa dibuyback. Namun karena lembar saham beredar di publik hanya 50 juta, sepertinya opsi ini sangat kecil kemungkinannya.
Opsi terakhir adalah membagikan dividen. Perusahaan terakhir membagi dividen pada tahun 2003. Apakah tetap tidak akan membagi dividen kedepannya? Apakah prospeknya buruk? Mari kita bahas nanti. Sebelum itu, mari kita bedah komponen pendapatan dari perusahaan ini
MEMBEDAH GROSS PROFIT ADES
Untuk membedah Gross Profit
perusahaan, penulis akan menggunakan laporan Full Year pada tahun 2020, dan membandingkannya dengan kinerja historis serta perusahaan consumer goods lainnya.
Secara umum dari segi Gross
Profit ADES sangat baik. Gross Profit Margin merupakan salah satu indikator
yang menunjukkan keunggulan kompetitif perusahaan untuk menentukan harga jual
produknya.
Dalam 5 tahun terakhir ADES
selalu membukukan gross profit margin diatas 50% (pengecualian tahun 2018).
Bahkan pada Q1 2021 saja Gross
Profit marginnya mencapai 54,1%
Apakah rasio profitabilitas
tersebut cukup baik?
Untuk membuktikannya, kita akan
bandingkan dengan perusahaan consumer
goods lainnya. Berdasarkan laporan keuangan FY2020.
Bisa kita perhatikan bahwa rasio profitabilitas ADES setara dengan SIDO, dan UNVR. Hal ini berarti ADES cukup baik apabila dibandingkan dengan raksasa consumer goods yang lain. Kemudian berkat efisiensinya, ADES menduduki peringkat kedua terbaik, dibawah SIDO dalam hal margin laba bersih.
Mungkin agak sedikit tidak apple to apple membandingkan ADES dengan
UNVR yang market cap-nya saja 100x
lebih besar dari ADES. But, untuk membandingkan
rasio profitabilitas, I think it won’t be
a mistake.
Namun sepertinya kurang fair
apabila kita hanya melihat sekilas dari rasio tersebut, mengingat produk yang
dijual, dan target pasar dari perusahaan diatas cukup berbeda.
Oleh karena itu, penulis akan
membedah rasio profitabilitas berdasarkan segmen penjualan dari pesaing
terdekat di segmen AMDK yaitu CLEO sebagai benchmark,
sedangkan untuk segmen kosmetik, penulis akan membandingkan dengan UNVR. Apakah
hasilnya akan jauh berbeda?
Komponen Gross Profit ADES |
Sales dari segmen minuman berkontribusi sebesar Rp 363 M atau
sekitar 54% dari total penjualan ADES, dengan gross profit margin sebesar 44%.
Sedangkan CLEO yang bisnisnya berfokus pada penjualan air mineral menghasilkan
GPM sedikit dibawah ADES yakni hanya 42%.
Sedangkan pada segmen kosmetik mari kita bandingkan dengan the king of consumer goods, UNVR.
Komponen Laba Kotor UNVR
Data yang penulis dapat di LK
UNVR, terdapat data segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan
tubuh dari UNVR, Meskipun, perlu diperhatikan, segmen ini cukup berbeda, karena
produk perawatan ADES hanya berfokus pada perawatan rambut, sedangkan produk
UNVR sangat banyak. Namun, sebagai sekilas perbandingan, kita dapat gunakan data ini saja.
Produk perawatan UNVR mampu
menghasilkan Gross Profit 16,8 T, yang berarti marginnya sekitar 56% dari
sales.
Sedangkan pendapatan segmen kosmetik dari ADES berkontribusi sekitar Rp 310 M, dan Gross Profitnya sekitar 184 M Sehingga gross
margin dari penjualan kosmetik ini cukup besar, yakni 59% dari Sales, lebih
besar dari UNVR.
Sehingga, dapat kita buktikan
bahwa ADES cukup memiliki keunggulan kompetitif dari produknya.
Dapat kita lihat pula penjualan
segmen kosmetik ADES mengungguli produk minumannya dalam hal GPM, yaitu 59%
dibanding 44% akan tetapi kontribusi penjualannya masih lebih kecil dari segmen
minuman.
Apakah sebaiknya ADES lebih baik menggenjot penjualan dari segmen kosmetiknya?
Dalam 5 tahun terakhir memang kontribusi penjualan ADES dari segmen kosmetik semakin besar persentasenya. Pada laporan Q1 2021, penjualan dari segmen kosmetiknya sebesar 49%, Hal ini juga dipengaruhi oleh penjualan segmen AMDK yang semakin menurun 5 tahun terakhir.
Hal mungkin karena perusahaan tidak mampu merebut market share dari segmen AMDK tersebut, karena persaingan yang sangat ketat dari market leader AQUA, serta brand yang sedang growing, yaitu CLEO.
Penulis juga tidak mampu mendapatkan data market share
perusahaan dari segmen AMDK karena masih sangat kecil.
Jadi kedepannya, penjualan dari
segmen kosmetiknya diharapkan dapat mendongkrak kinerja dari ADES.
KEKURANGAN ADES
1. Pendapatan
terus menurun sejak 2016
Ya, seperti yang
sudah dibahas diatas, meskipun dari segi net income menunjukan growth yang sangat menarik, akan tetapi
apabila kita melihat dari segi revenue,
sebenarnya ADES terus mengalami menurunan mulai dari tahun 2016.
Efisiensi perusahaan dengan menekan beban tentunya tidak dapat ditekan selamanya hingga ke titik nol, akan ada suatu saat dimana penurunan beban akan mencapai titik terendahnya.
Growth perusahaan tentu saja harus ditopang oleh kenaikan revenue itu sendiri.
Menarik untuk disimak apabila pandemi sudah selesai, dan ekonomi pulih kembali, diharapkan demand akan produk minuman dan produk kecantikan di salon akan naik kembali.
2. 2. Sudah
lama tidak membagikan dividen
Loh, perusahaan ini untung tapi kok belum
pernah bagi dividen? Duitnya kemana aja?
Nah, jika kita lihat pada saldo ekuitasnya, perusahaan ini masih memiliki saldo laba ditahan yang negatif per tahun lalu. Saldo laba negatif ini merupakan akumulasi dari kerugian perusahaan di masa lalu.
Jika kita tarik
ke belakang lebih jauh, pada tahun 2008 sebelum diakuisisi oleh Sofos, perusahaan
ini pernah membukukan akumulasi kerugian yang luar biasa besar.
Baru sejak tahun
2009, perusahaan baru bisa memperoleh laba yang positif. Jadi, bisa dibilang
perusahaan ini merupakan contoh turnaround
company yang berhasil membalikkan kinerja dengan konsisten membukukan laba
hingga saat ini.
Namun, kerugian yang sangat besar di masa lalu tersebut masih menyebabkan saldo laba ditahan negatif.
Menurut
peraturan bursa, perusahaan hanya boleh membagikan dividen hanya jika saldo
laba ditahan memiliki saldo positif. Pada laporan keuangan tahun 2020 ini,
saldo laba ditahan sudah mulai mendekati positif, jadi kemungkinan untuk
beberapa tahun ke depan, perusahaan akan mulai membagikan dividen apabila
mereka menghendaki.
Biasanya investor akan langsung skip ke bagian analisis valuasi suatu emiten pada tahap analisanya. Padahal, proses valuasi ini sebenarnya merupakan tahap terakhir ketika menganalisis sebuah perusahaan. Setelah menganalisis business model, prospek, dan manajemen.
Pada bagian valuasi ini, penulis rasa tidak perlu menggunakan
analisis valuasi yang rumit, cukup menggunakan analisis sederhana saja mengenai
valuasi perusahaan ini.
Kita cukup bandingkan saja PER
dan PBV dengan competitor terdekatnya. CLEO memiliki PER 33x dan PBV 6x dengan
rasio profitabilitas ROE 17%. Sedangkan PER ADES hanya 6.52x dan PBV 1.66x
dengan ROE diatas 20%.
Rata-rata PBV dari perusahaan consumer goods lain juga rata-rata 3x.
Dengan profitabilitas seperti
sekarang, bukan tidak mungkin ADES akan mencapai PBV 3x++. Apalagi jika kelak
membagikan dividen (I’m sure they will)
Anda dapat simpulkan sendiri
betapa menariknya perusahaan ini.
KESIMPULAN
Menurut penulis, perusahaan ini
adalah satu mutiara terpendam di pasar modal. Fundamentalnya sangat baik, dan
belum dilirik oleh banyak investor.
ADES belum dihargai oleh pasar disebabkan
saham perusahaan yang kurang likuid yang tentunya tidak akan disentuh oleh
investor institusi manapun serta perusahaan ini belum pernah membagikan dividen
sejak awal IPO meskipun membukukan laba selama 10 tahun terakhir.
Kalau kata Pak Joeliardi
Sunendar, ini keuntungan kita sebagai individual
investors untuk dapat menemukan dan membeli harta karun small cap seperti ini.
Komentar
Posting Komentar